Rabu, 06 April 2011

mikrobiologi_bioaktivator peternakan berbasis zero waste

MAKALAH MIKROBIOLOGI

PEMANFAATAN BIOAKTIVATOR DALAM PENGOLAHAN LIMBAH DALAM MENCIPTAKAN PETERNAKAN BERSASIS ZERO WASTE



OLEH :
KELOMPOK 5

Kasman Suherman D1E009060
Arinie Putriana S D1E009062
Dessy Sagitarini D1E009068
Azis Safingi D1E009074
Untung Teddy P D1E009075
Hani Purnamasari W D1E009077
Muhamad Alwi D1E009079
Syaefudin Achmad D1E009104
Andri Kusmayadi D1E009102



LABORATORIUM ILMU PENGETAHUAN DASAR PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan dalam batas waktu yang ditentukan.
Makalah diskusi berjudul ‘’ PEMANFAATAN LIMBAH-LIMBAH ORGANIK DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DEKOMPOSISI (BIOAKTIVATOR)’’ ini disusun untuk acara diskusi praktikum mata kuliah mikrobiologi peternakan dan tentu saja untuk lebih menambah wawasan tentang pemanfaatan limbah organic.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan, karena tak ada gading yang tak retak,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan karangan ilmiah ini dapat memenuhi harapan dan ada manfaatnya bagi para pembaca.


Purwokerto, 5 Mei 2010


Penyusun






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 6
A. Limbah Organik Sebagai Substrat Bioaktivator 7
B. Pengertian Bioaktivator 10
C. Proses pengolahan limbah peternakan 14
D. Peternakan berbasis zero waste 16
E. Penggunaan Bioaktivator untuk Pembuatan Pupuk Organik………… 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21













I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Lahan pertanian Indonesia pada tahun 2003 adalah sebesar 56,3 juta hektar (BPS, 2004). Tanaman pangan membutuhkan asupan nitrogen (N), phospor (P) yang relatif tinggi dan sampai saat ini pemenuhan unsur hara tersebut sebagian besar disumbang oleh pupuk organik dan anorganik. Penggunaan pupuk anorganik memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah pemberian dalam jumlah berlebih akan merubah struktur dan tekstur tanah, tanah menjadi sulit diolah dan bersifat masam yang akhirnya akan menurunkan produktivitas lahan dan mempengaruhi produksi, kelemahan-kelemahan tersebut mendorong petani untuk mulai menggunakan pupuk organik. Pengunaan pupuk organik dalam jumlah yang berlebih tidak merusak kondisi tanah bahkan akan memperbaiki produktivitas lahan, namun pupuk organik juga memiliki kelemahan yaitu kandungan unsur hara makro (N dan P) rendah. Pembuatan pupuk organik sebagai bahan dasarnya yaitu limbah organik.
Limbah organik sebagian besar berasal dari masyarakat modern yaitu limbah perkotaan berupa limbah pasar, limbah pengolahan air, limbah dari sisa-sisa tanaman, sisa makanan, buah-buahan dan kotoran ternak. Limbah tersebut sering menyebabkan masalah dan apabila dibuang kelingkungan tanpa pengolahan dapat menimbulkan masalah antara lain melepaskan mineral dan logam berat, serta zat berbau. Masyarakat biasanya mengatasi hal tersebut hanya dengan membakar limbah dengan menggunakan insinerator, tetapi metode ini dapat menyebabkan polusi udara. Alternatif yang tidak menimbulkan pewrmasalahan adalah dengan 1) Memanfaatkan limbah sebagai bahan dasar untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme, 2) Menfaatkan limbah dengan bantuan mikroorganisme untuk menghasilkan pupuk organik.
Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari limbah organik hasil peternakan dengan memanfaatkan mikroorganisme supaya dekomposisi limbah peternakan menjadi cepat dan sempurna. Mikroorganisme yang terlibat di dalam proses pengolahan limbah peternakan antara lain bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomycetes sp, dari actinomycetes lain dan ragi (yeast),campuran mikroorganisme tersebut biasa disebut bioactivator. Bioactivator dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasi bahan organik menjadi pupuk yang berkualitas dengan kandungan N, P dan K yang tinggi. Bioactivator dibuat dengan cara mencampurkan bahan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme, diantaranya yaitu bahan yang memiliki kandungan karbohidrat, air, vitamin dan mineral, kemudian bahan tersebut ditambah dengan air kelapa dan air gula untuk menambah nutrien yang tersedia dari bahan. Buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi memiliki kandungan nutisi yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Pembuatan bioactivator tersebut yaitu dengan memanfaatkan buah-buahan yang tidak layak konsumsi. Dibutuhkan teknologi yang tepat supaya diperoleh bioactivator yang berkualitas. Sari buah-buahan diantaranya yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Actinomycetes dan ragi (yeast) yang diharapkan mampu menghasilkan bakteri pengurai limbah sehingga mampu mempercepat proses dekomposisi.
Pembuatan bioactivator yang mudah, murah dan berkualitas dapat membantu peternak untuk mengolah limbah peternakan menjadi pupuk yang berkualitas dan ketersediaannya terjamin serta dapat tercipta peternakan yang berbasis zero waste.













II. PEMBAHASAN

2.1. Limbah Organik Sebagai Substrat Bioaktivator
Penggunaan buah-buahan sebagai bahan dasar pembuatan bioactivator pengolahan limbah peternakan dapat meningkatkan karbohidrat fermentabel, konsentrasi amonia akan turun karena terjadi peningkatan penggunaan amonia untuk sintesis protein mikroba. Karbohidrat yang terkandung sebagai sumber karbon dan mineral, selain itu kandungan karbohidrat akan digunakan sebagai nutrisi dan dimetabolisme yang nantinya akan menghasilkan asam laktat dan sebagai bahan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Mineral dan asam organik ini dibutuhkan sebagai komponen metabolisme dalam pembentukan kofaktor enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri.
Buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi merupakan limbah pertanian yang masih jarang dimanfaatkan. Nanas merupakan salah satu buah yang mempunyai kandungan nutrien yaitu bahan kering (BK) 14,7 %, kadar air (KA) 85,3%, protein kasar 5,3%, serat kasar 10,7% dan energi metabolik 11,525 (Laboratorium Nutrisi Institut Haiwan, 2004). Dengan komposisi tersebut buah nanas dapat menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara dan menahan aktivitas bakteri patogen (Nur, 2005).
Widowati (2006) menyatakan bahwa Lactobacillus sp. diperoleh dengan cara mengisolasi dari berbagai sumber, yaitu kobis busuk, asinan sawi, sawi busuk, kacang panjang busuk, selada busuk, tomat busuk, limbah tahu, feses sapi, susu terkontaminasi, susu kedelai, pisang busuk, pepaya busuk, nanas busuk dan sirsak busuk.
Badan Pusat Statistik (2007) menyatakan produksi buah-buahan tahun 2006 untuk setiap komoditi diantaranya mangga 1.621.997 ton, jeruk 2.565.543 ton, pepaya 643.451 ton, pisang 5.037.472 ton, nanas 1.427.781 ton, dan durian 747.848 ton. Tingginya produksi buah-bahan secara tidak langsung akan menghasilkan limbah. Diantaranya limbah buah-buahan tidak layak konsumsi karena terjadi kerusakan warna, tekstur, rasa dan aroma. Apabila terjadi kerusakan 2% dari total produksi maka tidak sedikit limbah yang dihasilkan. Perhitungan limbah buah-buahan yang dianalisis menggunakan metode deskriptif disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan limbah buah-buahan
Jenis Buah Produksi tahun 2006 (ton) Limbah yang dihasilkan 2%
dari produksi (ton)
Mangga 1.621.997 32.439,94
Jeruk 2.565.543 51.310,86
Pepaya 643.451 12.869,02
Pisang 5.037.472 100.749,44
Nanas 1.427.781 28.555,62
Durian 747.848 14.956,96
Jumlah 12.044.092 240.882,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Dianalisis menggunakan metode deskriptif. 2007
Tabel 1. menunjukkan buah-buahan yang tidak layak konsumsi sebanyak 240.822,00 ton per tahun yang belum termanfaatkan. Akan tetapi, limbah buah-buah yang tidak layak dikonsumsi masih mempunyai kandungan asam-asam organik yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuahan dan perkembangannya, namun di sisi lain dapat menguntungkan bagi manusia yaitu membantu proses dekomposisi (penghancuran bahan organik), menghilangkan bau busuk, dan menekan pertumbuhan mikroba patogen. Kandungan bahan organik tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Gizi dari Beberapa Jenis Buah-buahan Setiap 100 gr bahan.
Jenis buah Energi
(kalori) Air
(gr) Fosfor
(mg) Besi
(mg) Vit.A
(SI) Vit. B
(mg) Vit. C
(mg)
Belimbing 86 90 12 11 170 0,03 35
Jeruk 100 87 16 0,2 420 0 49
Jambu biji 82 86 28 1,1 25 0,02 95
Rambutan 40 81 16 0,5 0 0 50
Nanas 53 86 11 0,3 130 0,08 24
Pepaya 75 87 12 1,7 365 0,04 78
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan R.I. 2006.
Tabel 2. menunjukkan bahwa buah-buahan banyak mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kandungan energi, air dan asam organik yang tinggi pada buah-buahan diharapkan dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme pemacu proses pengomposan tanpa mempengaruhi kualitas pupuk yang dihasilkan. Menurut Widowati (2006) bahwa mikroorganisme yang terkandung dalam ekstrak buah adalah Lactobacillus sp., bakteri fotosintesis, Streptomyces sp. hasil dari Actinomycetes dan ragi (Yeast). Mikroorganisme tersebut sebagai penghasil asam laktat yang didapatkan dari hasil metabolisme karbohidrat, sehingga menjadi bahan yang memacu dekomposisi bahan organik dengan cepat. Selain itu, kandungan vitamin A, B dan C membantu meningkatkan mineralisasi hara yang dibutuhkan tanaman.
Kandungan nutrien buah-buahan yang cocok untuk media pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme akan memicu peningkatan teknologi pemanfaatan mikroorganisme, karena mikroorganisme perbanyakannya mudah dan dapat dikendalikan, subtrat pertumbuhan relatif murah bahkan dapat menggunakan limbah, dapat menghasilkan enzim yang cukup banyak sehingga potensial dikembangkan untuk skala industri (Bachrudin et al., 2000). Mikroorganisme yang bekerja pada proses pengolahan limbah dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu : Mesopilik dan Thermopilik. Mikroorganisme Mesopilik merupakan mikroorganisme yang hidup pada temperatur 23 sampai 450C, seperti jamur Actinomycetes, semut dan kumbang tanah. Sedangkan mikroorganisme Thermopilik merupakan mikroorganisme yang hidup pada temperatur 45°-65° C, seperti: Protozoa, Bacillus dan Rotifera. Mikroorganisme kelompok Mesophilic dan Thermophilic melakukan proses pencernaan secara kimiawi, dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan. Pengomposan atau dekomposisi merupakan peruraian dan pemanfaatan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur Thermopilik dengan hasil akhir bahan baik dan dapat digunakan pupuk tanpa merugikan lingkungan. Mikroorganisme seperti Lactobasillus sp., bakteri fotosintesis, Streptomyces sp. hasil dari Actinomycetes dan ragi (Yeast) sangat cocok tumbuh dan berkembangbiak pada keadaan tersebut serta dengan memanfaatkan nutrien dari bahan pembuat bioactivator (Indriani, 2003).
Badan Pusat Statistik (2007) menyatakan populasi ternak di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan dari setiap jenis ternak. Peningkatan dan penurunan populasi ternak disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Populasi Ternak dari Tahun 2002-2005
Jenis Ternak Tahun
2002 2003 2004 2005*
Sapi Potong 11.298 10.504 10.533 10.680
Kerbau 2.403 2.459 2.403 2.428
Kuda 419 413 397 406
Kambing 12.549 12.722 12.781 13.182
Domba 7.641 7.811 8.075 8.307
Babi 5.927 6.151 5.98 6.267
Ayam Buras 275.292 277.357 276.989 286.690
Ayam Ras Petelur 78.039 79.206 93.416 98.491
Ayam Ras Pedaging 865.075 847.744 778.97 864.246
Itik 46.001 33.863 32.573 34.275
Sumber : Badan Pusat Statistik. 2007
Tabel 3. menunjukkan populasi yang tinggi akan menghasilkan jumlah limbah peternakan yang melimpah. Ridwan (2006) menyatakan setiap satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan kotoran ternak sebanyak 23, 59 kg per hari. Populasi sapi potong tahun 2005 sebanyak 10.680.000 maka limbah yang dihasilkan sebanyak 251.941.200 kg per tahun, serta limbah dari komoditi ternak yang lain. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan sebuah alternatif pemecahan masalah untuk menanggulangi dampak lingkungan yang disebabkan dari limbah peternakan menjadi pupuk organik. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti tertera pada Tabel 4.


Tabel 4. Kandungan Unsur Hara pada Pupuk Kandang yang Berasal dari Beberapa Jenis Ternak
Jenis ternak Unsur hara (kg/ton)
N P K
Sapi perah 22 2,6 13,7
Sapi potong 26,2 4,5 13
Domba 50,6 6,7 39,7
Unggas 65,8 13,7 12,8
Sumber : Ridwan. 2006
Disamping menghasilkan unsur hara makro, pupuk organik juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Sehingga dapat dikatakan pupuk organik dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.

2.2 Pengertian PBioaktivator
Higa (1994) menyatakan bahwa bakteri yang berperan dalam pembuatan bioactivator terdapat sekitar 80 genus mikroorganisme fermentor yang dapat bekerja secara efektif dalam fermentasi bahan organik, diantaranya bakteri fotosintatik, Lactobacillus sp., Streptomyces dari Actinomycetes lainnya dan ragi (Yeast). Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula dan substansi lainnya. Hasil metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan. Lactobacillus sp. merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi, substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar serta berperan dalam perkembangan atau pembelahan sel mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actynomicetes dan bakteri asam laktat. Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat. Streptomyces sp. merupakan Actynomicetes yang lain mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yang esensial untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme yang bekerja diantaranya bakteri asam laktat yang dapat menkonversi gula menjadi asam laktat. Asam laktat dapat membunuh jasad renik penganggu tanaman. Selain itu, asam laktat dapat meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organik seperti lignin, selulosa diproses tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan yang diakibatkan oleh bahan organik yang tidak terurai (Anonim, 2005). Peran asam laktat inilah yang menjadi bahan sterilisasi yang kuat dan menekan mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.
Menurut Higa (1994) bakteri fotosintesis adalah jasad renik yang mandiri dan berswasembada dalam membentuk senyawa-senyawa organik dari akar mengabsorbsi mineral dan sintesa permukaan daun tanaman. Energi pembentukannya diperoleh dari cahaya matahari, substrat karbon dari udara maupun senyawa organik, hidrogen dari gas methan, indole skatole, methyl merchaptan dan berbagai asam organik. Senyawa organik yang dibentuk antaranya adalah asam amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif yang semuanya akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta produksi.
Streptomyces sp. mengeluarkan enzim Streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan. Kemudian Yeast memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi, substansi bioaktif yang dihasilkan akan berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar serta memacu perkembangan dan pembelahan bakteri asam laktat dan Actinomycetes. Actinomycetes merupakan mikroorganisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya menjadi antiboitik untuk mengendalikan bakteri patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu esensial bagi pertumbuhannya serta mampu menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain (Bachrudin et al., 2000).
Bahan baku proses pembuatan bioactivator pengolahan limbah terdiri dari : Ekstrak buah-buahan yang tidak layak konsumsi, air kelapa dan molases atau air gula. Cara pembuatan bioactivator yaitu dengan mencampurkan bahan-bahan tersebut dan dimasukkan kedalam tempat tertutup didiamkan sampai keluar gas serta gas yang dihasilkan dikeluarkan dari tabung setiap hari, indikator bioactivator yang telah siap pakai adalah ketika tidak mengeluarkan gas kembali yaitu sekitar 24 jam. Higa (1994) menyatakan untuk membuat bioactivator menggunakan efektif mikroorganisme, air kelapa, gula atau molases, dan air secukupnya. Berdasarkan cara tersebut efektif mikroorganisme digantikan oleh buah-buahan yang tidak layak konsumsi untuk digunakan sebagai bahan pembuat bioactivator yaitu ekstrak buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi 1 liter, air kelapa 1 liter dan air gula 1 liter. Diagram pembuatan bioactivator sehingga tertera pada.
Cara penggunaan bioactivator dalam proses pengolahan limbah peternakan yaitu dengan mencampurkan secara merata kedalam limbah peternakan sampai terbentuk pupuk organik setelah 2-3 minggu. Indikator yang menerangkan bahwa bioactivator tersebut baik adalah hasil yang C/N rasionya rendah.
Menurut Musnamar (2003) Faktor-faktor yang mempengaruhi bioactivator pengolahan limbah yaitu :
Populasi Mikroorganisme
Terdapat kurang lebih 80 genus mikroorganisme fermenter yang bekerja secara efektif dalam mempermentasikan bahan organik. Mikroba yang berperan dalam penguraian limbah organik menjadi pupuk organik., mikroorganisme tersebut diantaranya yaitu lignolitik, selulotik, proteolitik, lipolitik, aminolitik, dan fiksasi nitrogen non simbiotik. Daya penguraian mikroorganisme tersebut menjadikan limbah kotoran ternak yang semula memilki nilai kandungan C/N ratio rendah mampu ditingkatkan.



Komposisi Kandungan Nutrien
Kandungan nitrogen sangat penting untuk pembentukan asam amino yaitu purin dan pirimidin yang dibentuk oleh mikroorganisme organik dan anorganik. Sumber nitrogen yang paling sering digunakan dalam bioremidial adalah amoniak dan nitrat. Sebagian besar mikroorganisme dalam bioactivator pengolahan limbah memiliki dua cara mengasimilasi amonia dan salah satu fungsinya bergantung pada konsentrasi amoniak, sehingga tingginya konsentrasi amoniak tetap.
Penyebab pembusukan pada bahan organik diakibatkan adanya karbon dan nitrogen (C/N), rasio C/N digunakan untuk mendapatkan penguraian biologis dari bahan-bahan organik yang dijadikan sebagai bahan pupuk organik serta untuk menunjukkan umur dan kematangan pupuk organik. Rasio C/N optimum untuk pupuk yaitu 30-35, mikroorganisme menggunakan 30 bagian karbon untuk setiap bagian nitrogen.

Ketersediaan oksigen
Kadar oksigen yang ideal adalah 10-18% (kisaran yang dapat diterima adalah 5-20%). Apabila pengolahan tumpukan limbah terlalu lembab, maka proses pengomposan terhambat. Hal tersebut dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara di dalam tumpukan, sehingga akan membatasi kadar oksigen dalam tumpukan. Kekurangan oksigen mengakibatkan mikroorganisme aerobik mati dan akan tergantikan oleh mikroorganisme anaerobik. Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi pada bahan organik yang akan diurai dan untuk menjaga agar pada proses pengolahan limbah selalu ada udara segar dan kondisi anaerob dapat dihindari.

Suhu dan kelembaban
Kelembaban atau kandungan air sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme, sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup apabila kekurangan air. Mikroorganisme dalam proses pengolahan limbah mengeluarkan energi dalam bentuk panas. Panas yang ditimbulkan sebagian akan tersimpan dalam tumpukan dan sebagian lagi terlepas dalam proses penguapan atau aerasi. Dalam proses penguraian anaerob terdapat dua fase yaitu mesophilik dan thermophilik. Pada temperatur tersebut, efektif unutk perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme.

2.3 Proses Pengolahan Limbah Peternakan
Limbah merupakan benda atau barang buangan kotoran ternak yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan efek samping yang merugikan. Limbah peternakan adalah semua limbah ternak atau peternakan yang belum dimanfaatkan baik berupa padatan maupun cair (Murbandono, 1997). Secara kimia feses sapi mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik yang masih dapat dimanfaatkan untuk pemupukan, namun demikian dalam bentuk padat senyawa-senyawa tersebut berada dalam keadaan stabil sehingga perlu diurai terlebih dahulu sebelum diberikan pada tanaman (Wahyudi dan Hendraningsih, 2005). Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (1990), kandungan unsur hara nitrogen dan P2O5 pada feses sapi adalah 0,6 dan 0,15 persen. Selain itu kandungan air yang sangat tinggi mencapai 60 sampai 85 persen dapat memperberat kerja pengolahannya dan memiliki C/N ratio relatif rendah untuk dapat menghasilkan kompos yang baik.
Murbandono (1997) menyatakan kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung dan kotoran ternak. Menurut Indriani (2003) kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami penguraian sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Bahan organik tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi (Indriani, 2003). Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen, C/N rasio merupakan faktor pembatas pada proses dekomposisi (mulltifarm,2000).
Indriani (2003) menyatakan proses dekomposisi limbah peternakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu kadar air, aerasi dan temperatur.
1. Kadar air, pada proses pengolahan limbah harus dipertahankan 60% dan apabila lebih menyebabkan kondisi anaerob dan bila kurang maka bakteri tidak dapt melakuakan metabolisme.
2. Aerasi, prinsip dekomposisi adalah aerob, oksigen harus tersedia cukup di dalam tumpukan. Proses dekomposisi tidak berjalan secara optimal apabila tidak ada oksigen
3. Temperatur, harus dijaga sekitar 600C selama 3 minggu, selama proses dekomposisi karena bakteri akan bekerja secara optimal pada temperatur tersebut, juga akan terjadi penurunan C/N ratio dan tekanan bakteri patogen dan biji gulma akibat temperatur tinggi.
Bahan dasar pengolahan limbah adalah kotoran ternak, serbuk gergaji, yang didekomposisi dengan bioactivator ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos seperti abu, sekam dan kalsit (Multifarm, 2000).
Ridwan (2006) menyatakan Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk. Namun sampai saat ini pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk belum dilakukan oleh petani secara optimal, terkecuali di daerah-daerah sentra produk sayuran. Proses dekomposisi pengolahan limbah peternakan tidak lepas dari bantuan mikroorganisme dengan proses stabilisasi pada pengolahan limbah secara aerobik yang tertera pada Ilustrasi 1.







Ilustrasi 1. Proses penguraian Limbah oleh Mikroorganisme
Ilustrasi 1 menunjukkan bahwa proses dekomposisi dengan perombakan nutrien oleh mikroorganisme menjadi kompos. Menurut Rochaeni et al. (2003). Cara kerjanya yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dilarutkan ke dalam selaput air (water film) yang melapisi bahan organik, enzim tersebut berfungsi menguraikan bahan organik menjadi unsur-unsur yang mereka serap. Karena terjadi dipermukaan bahan, maka proses penguraian ini akan mengakibatkan semakin luasnya permukaan bahan. Selanjutnya permukaan yang semakin luas ini akan mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme. Demikian seterusnya, semakin besar populasi mikroorganisme, semakin cepat pula proses pembusukan. Strategi proses pengolahan limbah banyak dikembangkan seoptimal mungkin dengan menambahkan bioactivator. Bioactivator mempercepat proses penguraian pengolahan limbah tanpa mengurangi kualitas fisiknya.

2.4 Peternakan Berbasis Zero waste
Suharyanto (2007) menyatakan bahwa penyediaan pakan dalam pola integrasi dapat dipenuhi melalui pemanfaatan limpahan biomassa hasil samping usaha perkebunan sehingga dapat mengurangi biaya pakan secara signifikan, sementara kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan untuk agribisnis perkebunan berupa pupuk organik. Melalui pengembangan agribisnis akan menunjang penguatan sistem pemberdayaan usahatani peternakan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan usaha energi alternatif berupa biogas dan pengembangan pupuk organik melalui pemanfaatan kotoran ternak. Pupuk organik digunakan sebagai penyedia unsur hara dalam tanah untuk pertumbuhan tanamann, dengan demikian maka diharapkan akan menuju peternakan pertanian berbasis zero waste.
Keterkaitan antara tanaman dengan ternak sapi dalam satu sistem usaha tani terpadu ini dapat dikembangkan keluarga petani secara berkelompok dalam kawasan perkebunan maupun lahan 'bero' yang saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan pendekatan pola ini diharapkan petani mendapatkan sumber pendapatan dari dua komoditas yang diusahakan, dan penurunan biaya produksi baik pada usaha tanaman maupun usaha ternaknya dengan munculnya kondisi saling menunjang diantara kedua usaha komoditas tersebut. Manajemen yang diaplikasikan adalah zero waste (Priyanti et al., 2004).



2.4.1 Penggunaan Bioactivator Untuk Pembuatan Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan semua bahan organik (buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi) yang telah mengalami degradasi atau pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau yang bermanfaat memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Hal yang terpenting dalam proses pengomposan adalah bahwa dalam proses dekomposisinya ada kaitan yang sangat erat antara unsur karnbon (C) dan nitrogen (N). Buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah (Indriani, 2003). Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbihidrat dan nitrogen, C/N rasio merupakan faktor pembatas pada proses dekomposisi (Multifarm, 2000). Untuk itu diperlukan tahap-tahap pembuatan pupuk organik menggunakan Bioactivator yang berasal dari buah-buahan yang tidak layak konsumsi.
Tahap-tahap Pembuatan pupuk organik pada prinsip adalah sebagai berikut:
I. Bioactivator (1 ml: 1 kg) ditambahkan gula dan air secukupnya kemudian dicampur merata.
II. Limbah peternakan (60%) dicampur serbuk gergaji/ sekam (25%), abu (10%) dan dedak (5%) kemudian diaduk sampai rata.
III. Bahan pada point (b) disiram larutan (a). Pencampuran dilakukan perlahan dan merata hingga kandungan air ± 30-40%. Kandungan air yang diinginkan dan diuji dengan cata menggenggam bahan. Kandungan air 30-40% ditandai dengan tidak meneteskan air bila bahan digenggam
IV. Bahan yang telah dicampur diletakkan ditempat kering dan ditumpuk dengan ketinggian umumnya 1,5 m atau disesuaikan dengan banyaknya bahan yang ingin dijadikan pupuk organik.
V. Suhu tumpukan dipertahankan antara 40-500C. Untuk mengontrolnya dapat dilakukan dengan cara membalik bahan tersebut setiap minggu.
VI. Proses fermentasi berlangsung antara 3-4 minggu hingga penguraian bakteri sempurna ditandai dengan penurunan suhu.
VII. Setelah jadi, pupuk organik sudah dapat digunakan. Untuk penjualan pupuk disaring kemudian dikemas menggunkan kantung plastik. Diagram pembuatan pupuk organik disajikan pada.
Penggunaan bioactivator selain mempercepat dekomposisi yaitu menurunkan C/N rasio buah-buahan hingga sama dengan C/N tanah, dengan cara mengubah karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin yang terdapat pada limbah peternakan menjadi CO2 dan air dan dekomposisi senyawa organik menjadi senyawa yang diserap oleh tanaman. Perubahan tersebut menyebabkan kadar karbohidrat berkurang atau hilang dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat, sehingga C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah. Dengan bioactivator sebagai pengadaan media yang cocok untuk mikroorganisme, diharapkan mikroorganisme tersebut memetabolisme nutrien yang terkandung dalam buah-buahan sehingga menghasilkan produk asam laktat dan panas, karena panas inilah sebagai salah satu kunci indikator dalam proses dekomposisi limbah peternakan sehingga dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim dekomposisi bekerja. Proses dekomposisi yang optimal yaitu pada temperatur 40 sampai 500C, pada saat tersebut mikroorganisme thermopilik cocok tumbuh dan berkembang dalam media bioactivator.

2.4.2 Sistem Usaha Peternakan yang Berbasis Zero Waste
Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti luas. Dengan adanya reorientasi kebijakan pembangunan sebagaimana tertuang dalam program RPPK (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) maka pembangunan pertanian perlu melakukan pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan sub sektor yang lain dalam naungan sektor pertanian. Sistem industri pertanian ini tentu saja membutuhkan modernisasi pertanian (peternakan), untuk itu diperlukan pengembangan manajemen profesional yang melibatkan petani sebagai subyeknya. Pada saat yang bersamaan dikembangkan juga teknologi tepat guna, misalnya teknologi transportasi, pengolahan limbah dan kotoran ternak, teknologi pemotongan ternak dan lain-lain. Agar modernisasi pertanian dapat berjalan dengan sebaik-baiknya maka pemberdayaan petani menjadi mutlak dilakukan, yaitu upaya meningkatkan kemampuan petani dalam usaha budidaya pertaniannya yang berorientasi agribisnis (Anonim, 2005).
Menurut Simatupang (1993) sistem tersebut salah satunya adalah sistem integratif antara peternakan sapi dan tanaman buah-buahan dengan pendekatan zero waste, yaitu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi sebagai bioactivator pengolahan limbah ternak sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai pupuk tanaman buah-buahan. Sistem zero waste tersebut terdapat komponen teknologi utama yaitu budidaya ternak, teknologi budidaya tanaman buah-buahan, teknologi pengolahan limbah dan pengolahan buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi. Selain itu dapat juga diperoleh keuntungan lain yaitu sebagai penghasil bioactivator yang berkualitas dengan biaya produksi yang relatif rendah, sehingga tingkat pendapatan peternak bertambah.
Sebagian besar peternak menggunakan activator yang berasal dari pabrik diantaranya stardec, biodec, dan EM4. Hal ini disebabkan selain kualitas yang dihasilkan baik, bahan bioactivator hasil dari limbah buah-buahan tidak terlalu bau, hal tersebut karena adanya aroma buah-buahan yang khas serta dengan pemanfaatan tersebut dapat membantu memanfatkan buah-buahan yang tidak bermanfaat sebagai wujud pengendalian pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah.








III. PENUTUP

3.1. Kimpulan
1. Kandungan nutrien yang terdapat pada ekstrak buah-buahan yang tidak layak konsumsi, dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan bioactivator pengolahan limbah yang mudah, murah dan berkualitas.
2. Bioactivator pengolahan limbah peternakan dapat menghasilkan kompos yang berkualitas.
3. Penggunaan bioactivator sebagai pengolahan limbah peternakan merupakan upaya menuju peternakan yang berbasis zero-waste.

3.2. Saran
1. Perlu adanya penyuluhan terhadap masyarakat tentang pembuatan amboo r dari buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi.
2. Perlu adanya penyuluhan pembuatan pupuk amboo dengan menggunakan bioactivator.
3. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut menganai bahan dasar pembuatan bioactivator dari bahan lain seperti limbah pasar, serabut amboo, dan urine.











DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2005. bakteri asam laktat. http;//localhost/F:/KOMPOS/gas%20n2.htm. di akses 15 april 2010

Bachrudin et.al.2000. kandungan nutrient dalam perkembangbiakan mikroorganisme. Intan pariwara. Jakarta

BPS. 2004.lahan pertanian Indonesia tahun 2003.http;//bpsindonesia.blogspot.com, Diakses tangal 15 april 2010

Bps. 2007.produksi buah-buahan th.2006.http;//bpsindonesia.blogspot.com, Di akses tanggal 15 april 2010

BPS.2007. populasi ternak dari tahun 2002-2005.http;//bpsindonesia.blogspot.com, Diakses tanggal 15 april 2010

Higa.1994.”peranan bakteri dalam bioaktivator”.trubus edisi ke 63 hal 25. Jakarta

Indriani. 2003. Biodekomposer.http;//www.wannashare.2359887.apm.html, Diakses tanggal 20 april 2010

Murbandono.1997.kompos.http://netserv1.chiangmai.ac.th/abstract1999/abstract/eng/abstract/en980416.html, di akses tanggal 19 april 2010

Nur .2005. kandungan nutrient nanas.http ;//www.wannashare.2359887.apm.html, Diakses tanggal 20 april 2010









Tidak ada komentar:

Posting Komentar