Jumat, 24 Juni 2011

teknologi pakan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PAKAN








Oleh :
MUHAMAD ALWI
D1E009079
Kelompok 03




UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
LABORATORIUM ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
PURWOKERTO
2011



LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PAKAN






Oleh:
MUHAMAD ALWI
D1E009079
Kelompok 03





Disusun untuk memenuhi tugas dan menjadi syarat dalam mengikuti responsi praktikum Teknologi Pakan




UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
LABORATORIUM ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
PURWOKERTO
2011



LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PAKAN






Oleh:
MUHAMAD ALWI
D1E009079
Kelompok 3


Diterima dan disetujui
Pada Tanggal....................




KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun berdasarkan hasil praktikum Teknologi Pakan, guna memenuhi persyaratan kelulusan mata kuliah Teknologi Pakan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu penulis antara lain asisten koordinator dan asisten pendamping dalam praktikum Teknologi Pakan, yang semuanya telah memberikan dukungan moril pada penulis, serta rekan-rekan semua yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan Teknologi Pakan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik guna penulisan yang lebih baik.
Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini berguna bagi kita semua dan akan bermanfaat di kemudian hari.


Purwokerto, Juni 2011

Penulis










DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Waktu dan Tempat 3
II. TUJUAN DAN MANFAAT
2.1. Pembuatan Silase dan Amoniasi Jerami 4
2.2. Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block 4
2.3. Uji Fisik Bahan Pakan 4
2.4 Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami 5
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pembuatan Silase dan Amoniasi Jerami 6
3.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block 7
3.3 Uji Fisik Bahan Pakan 7
3.4 Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami 8
IV. MATERI DAN CARA KERJA
4.1 Materi 10
4.1.1. Pembuatan Silase dan Amoniasi Jerami 10
4.1.2. Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block 10
4.1.3. Uji Fisik Bahan Pakan.. 10
4.1.4. Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami. 11
4.2 Cara Kerja 11
4.2.1. Pembuatan Silase dan Amoniasi Jerami 12
4.2.2. Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block 12
4.2.3. Uji Fisik Bahan Pakan 13
4.2.4. Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami 14

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil 15
5.1.1. Pembuatan Silase dan Amoniasi Jerami 15
5.1.2. Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block 15
5.1.3. Uji Fisik Bahan Pakan 16
5.1.4. Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami 17
5.2 Pembahasan
5.2.1 Pembuatan Silase dan Amoniasi Jerami 17
5.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block 22
5.2.3. Uji Fisik Bahan Pakan 23
5.2.4. Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami 26
VI. PENUTUP 28
6.1. Kesimpulan 28
6.2. Saran 29
Daftar Pustaka 30



I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat di makan, di cerna dan di gunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan pakan adalah bahan yang bisa di makan (edible). Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman dan terkadang berasal dari hewan yang ada di laut, tetapi ternak pada umumnya bergantung pada tanaman sebagai sumber pakannya.
Teknologi pengolahan pakan merupakan dasar teknologi untuk mengolah limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri dalam pemanfaatannya sebagai pakan. Pengolahan pakan disini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, utamanya efektifitas cerna, utamanya untuk ternak ruminansia serta peningkatan kandungan protein bahan. Beberapa alternatif pengolahan dapat dilakukan secara fisik (pencacahan, penggilingan dan atau pemanasan), kimia (larutan basa dan atau asam kuat), biologis (mikroorganisme atau enzim) maupun gabungannya. Pengolahan cara fisik dan biologis memerlukan tenaga dan investasi yang cukup tinggi dan dalam skala besar, sering kali menjadi tidak berjalan. Cara kimia dengan “amoniasi” dirasa merupakan cara yang paling tepat dalam pengolahan ini, karena mudah dilakukan, murah, tidak mencemari lingkungan dan sangat efisien.
Silase adalah pakan yang telah diawetkan dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dengan kadar air pada tingkat tertentu yang diisikan pada silo. Pada pengertian yang lain silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam keadaan segar dengan kadar air sekitar 60 – 70 % didalam suatu tempat yang disebut silo. Sedangkan silo adalah tempat penyimpanan pakan ternak baik yag dibuat didalam tanah atau diatas tanah. Silase dibuat dengan cara fermentasi pada kelembaban yang tinggi. Proses pembuatannya disebut en silage. Hijauan yang baru dipotong kadar airnya sekitar 75 – 80 %, sehingga untuk menghasilkan silage yang baik hijauan tersebut dilayukan terlebih dahulu 2 – 4 jam.
Potensi jerami padi, khususnya di Indonesia (pulau Jawa) sangat besar. Pada musim hujan para peternak tradisional dapat memberi sapinya dengan hijauan segar yang berlimpah, namun pada musim kemarau (paceklik) sebagian besar petani peternak memberi pakan ternaknya dengan jerami tanpa diolah. Meskipun jerami ini dapat di makan oleh sapi, namun sebagian tidak tercerna dan tidak akan menjadikan gemuk bagi ternaknya. Hal ini dikarenakan jerami padi mempunyai serat kasar yang tinggi (35 – 40%) dan protein yang rendah (3 – 4%). Dengan produksi lebih dari 26 juta ton pertahun (di Indonesia), maka sangatlah sayang kalau potensi jerami ini diabaikan. amoniasi adalah cara pengolahan kimia menggunakan amoniak (NH3) sebagai bahan kimia yang digunakan untuk meningkatkan daya cerna bahan pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar N (proteinnya). Cara ini mempunyai keuntungan-keuntungan yaitu: sederhana, diambil dari urea), juga sebagai pengawet, anti aflatoksin, tidak mencemari lingkungan dan efisien (dapat meningkatkan kecernaan).
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah "de-mixing" yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
Bahan pakan mempunyai kondisi fisik kimia yang berbeda dalam penanganan. Pengolahan mupun penyimpanan memerlukan perlakuan yang berbeda. Mengetahui sifat fisik bahan pakan perlu diadakan suatu uji fisik. Sifat fisik suatu pakan terdiri atas sudut tumpukan, BJ (density), kecepatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, durrability, hardness, daya ambang, faktor higroskopis, luas permukaan spesifik dan viscositas.
Makanan ternak berisi zat gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsi-fungsinya sehingga memungkinkan digunakan dalam prnyusunan ransum. Ransum adalah makan yang di berikan kepada ternak tertentu selama 24 jam. Berdasarkan praktikum yang dilakukan kemarin, kita membuat ransum premix dan konsentrat blok.

1.2 Waktu dan Tempat

1.2.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2011 pukul 15.00-17.00. Bertempat di Green House Fakultas peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

1.2.2 Pembuatan Pellet dan Coplete Feed Block
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis dan Sabtu tanggal 26 dan 28 Juni 2011, pukul 15.00-18.00 WIB dan pukul 13.00-16.00 WIB (hari sabtu). Bertempat di Green House dan Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

1.2.3 Uji Fisik Bahan Pakan
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 pukul 15.00-18.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

1.2.4 Evaluasi Silage dan Jerami Amoniasi
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 pukul 15.00-18.00 WIB. Bertempat di Green House, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
II. TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
Saat selesainya praktikum, mahasiswa dapat melaksanakan pemrosesan pakan hijauan dalam bentuk segar dan mahasiswa paham dan trampil dalam pembuatan jerami amoniasi. Dengan dikuasainya pemahaman dan ketrampilan pembuatan pakan awetan hijauan ini, diharapkan mahasiswa yang bekerja di bidang penyediaan pakan hijauan dapat menanggulangi kurang tersedianya hijauan pakan pada musim kemarau, dan pada saat transportasi ternak. Pembuatan jerami padi bermanfaat untuk ; mengurangi polusi udara dan air, menekan biaya pakan, meningkatkan kualitas jerami sebagai bahan pakan, dan meningkatkan ketersediaan pakan hijauan sepanjang waktu.

2.2 Pembuatan Pellet dan Coplete Feed Block
Saat selesainya praktikum, mahasiswa dapat melaksanakan pemrosesan pembuatan pakan dalam bentuk pellet dan complete feed block. Dengan dikuasainya pemahaman dan ketrampilan pembuatan pakan komplit ini, mahasiswa diharapkan mampu menyediakan dan menanggulangi kurang tersedianya pakan terutama pakan komplit.

2.3 Uji Fisik Bahan Pakan
Saat selesainya praktikum, mahasiswa dapat mengetahui dan melaksanakan cara uji fisik bahan pakan dengan benar. Dengan mengetahui sifat fisik bahan pakan, bahan pakan mudah ditangani dala pengangkutan, mudah untuk diolah dan diproses, dan mudah dijaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.

2.4 Evaluasi Silage dan Jerami Amoniasi
Saat selesainya praktikum, mahasiswa mampu menilai kualitas silase yang baik serta jerami amoniasi yang baik. Dengan adanya evaluasi, indikasi keberhasilan pembuatan silase dan jerami amoniasi bisa diketahui secara langsung.


III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
Menurut Abubakar (2007) Silage ialah hijauan makanan ternak yang disimpan dalam keadaan segar (kadar air 60 – 70 %), didalam suatu tempat yang disebut silo. Karena hijauan yang baru dipotong kadar airnya sekitar 75 – 85 %, maka untuk bisa memperoleh hasil silage yang baik, hijauan tersebut bisa dilayukan terlebih dahulu, 2 – 4 jam. Sedangkan menurut Salim (2002) Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan lain-lain dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob akan menggunakan gula pada bah an material dan akan terjadi proses fermentasi dengan memproduksi asam-asam lemak terbang terutama asam laktat dan sedikit asam asetat, propionat, dan butirat (Hernaman, 2007). Selama ensilase, sebagian protein bahan akan mengalami fermentasi menjadi asam-asam amino, non protein nitrogen, dan amonia (Salawu, et al. 1999; Sapienza dan Bolsen, 1993).
Salah satu limbah pertanian yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan adalah jerami padi. Zulkarnaini (2009) menyatakan bahwa jerami padi merupakan hasil ikutan pertanian yang produksinya cukup tinggi dan tersedia sepanjang tahun. Untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan jerami padi, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak. Salah satunya adalah dengan amoniasi dengan urea yang merupakan perlakuan alkalinasi. Adanya perlakuan alkali dapat merenggangkan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga ikatanya lebih longgar, dengan demikian akan memudahkan mikroorganisme memfermentasi selulosa dan hemiselulosa jerami padi.

3.2 Pembuatan Pellet dan Coplete Feed Block
Menurut Iwan (2009) Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Parakkasi (1999) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1). meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2). densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3). mencegah de-mixing yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
Menurut Herdian (2006) Pakan komplit blok adalah pakan yang dianggap sebagai pakan dengan kandungan ransum terlengkap (Total Mixed Ration). Pakan ini merupakan pakan yang memiliki kandungan lengkap bahan pakan yang meliputi sumber hijauan dan konsentrat yang dibuat blok.

3.3 Uji Fisik Bahan Pakan
Industri pakan ternak selalu melibatkan berbagai bahan pakan untuk menyusun pakan. Pakan ditetapkan mengacu pada spesifikasi tertentu dengan dasar nutrien zat gizi. Bahan pakan penyusun ransum terdiri atas beragam kulitas yang mempengaruhi kualitas ransum. Berbagai metode diterapkan untuk mengetahui kualitas pakan, seperti uji fisik, kimia maupun mikroskopik. Metode mikroskopik dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Dengan menggunakan mikroskop kita dapat melihat tekstur bahan pakan secara jelas.


Menurut Suparjo (2008) pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping untuk mengenali bahan pakan secara fisik, juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatif. Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransom. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan florvabilitas (Axe, 1995).

3.4 Evaluasi Silage dan Jerami Amoniasi
Saat pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development foundation, 1991 dalam Diana, 2004).
Kartasudjana (2001) mengatakan bahwa kualitas silase yang baik, mencakup hal-hal berikut, antara lain :
1. pH sekitar 4
2. Kandungan air 60-70%.
3. Bau segar dan bukan berbau busuk.
4. Warna hijau masih jelas.
5. Tidak berlendir
6. Tidak berbau mentega tengik.
Sedangkan menurut Ratnakomala (2009) Ciri-ciri silase yang baik antara lain rasa dan bau asam, warna masih hijau (bukan coklat), tekstur hijauan masih jelas seperti alaminya, tidak berjamur, tidak menggumpal, tidak berlendir, secara laboratoris banyak mengandung asam laktat, kadar N (amonia) rendah kurang dari 10 %, tidak mengandung asam btirat, pH rendah 3,5 – 4.
Guna menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (tidak busuk atau rusak) (Shieddiqi, 2005). Jika telah diperoleh bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm. Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu (Shieddiqi, 2005).


IV. MATERI DAN CARA KERJA

4.1. Materi

4.1.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
4.1.1.1 pembuatan Silase
a. Bahan : Rumput gajah 4kg, Dedak 8%.
b. Alat : Kantong Plastik, tali, pencacah rumput (bendo dan tatakan kayu), tampah atau wadah, kertas tag, timbangan.
4.1.1.2 Pembuatan Jerami Amoniasi
a. Bahan : jerami padi 5kg, urea 200gr, dan air 30%.
b. Alat : timbangan, kantong plastic, tali karet, pencacah (bendo dan tatakan), literan, tempat air (ember dan gayung).

4.1.2 Pakan Komplit Feed (Pellet dan Komplit Feed Block)
a. Bahan : Daun singkong dan Kaliandra yang sudah digiling halus, pollard, bekatul, onggok, mineral, kulit telur, tetes.
b. Alat : Autoklaf, mesin pencetak pellet (farm pelleter).

4.1.3 Uji Fisik
a. Bahan :
a.1 Durability : Pellet 300gr
a.2 Sudut Tumpukan : Pellet 200gr
a.3 Berat Jenis : Pellet
a.4 Hardness : Pellet sebanyak 10 sampel
b. Alat :
b.1 Durability : Mesin Durability, baskom, ayakan.
a.2 Sudut Tumpukan : corong, penggaris, besi penyangga, timbangan analitik.
a.3 Berat Jenis : gelas ukur, timbangan.
a.4 Hardness : Hard Pellet Tester.

4.1.4 Evaluasi Silase dan Jeraami Amoniasi
Bahan :
o Silase umur 3 minggu
o Plastik
o Kertas lakmus
o Aquades
Alat :
• beker glass
• gunting
4.2. Cara Kerja

4.2.1 Pembuatan Silase dan Jerami Amoniasi
4.2.1.1 Silase
Rumput gajah yang sudah dipanen dicacah sepanjang 5-10 cm

Menentukan kadar air dengan mengambil 50 g sampel rumput diambil

dioven (105 C)

di timbang secara periodic sampai bobotnya konstan (tetap)

hitung kadar air rumput segar secara kasar

Melayukan rumput gajah dengan menimbang rumput 5kg

dilayukan dalam ruang

Timbang bobot setelah layu

Hitung kadar air setelah layu

Menimbang bahan pengawet

Mencampur bahan pengawet dengan rumput layu.

Memasukan dan memadatkan campuran ke dalam kantong plastik

Mengikat kantong plastic dengan tali

Menyimpan kantong plastic dan isinya di tempat yang teduh dan sejuk.

Membongkar dan mengevaluasi hasil silase.

4.2.1.2 Amoniasi

Menimbang jerami 5kg

Mencacah jerami.

Menimbang urea (3-6) % x bobot kering jerami.

Menakar air 30%

Melarutkan urea dalam air

Mencampur jerami dengan larutan urea

Memasukan dan memadatkan jerami ke dalam kantong.

Mengikat dan menyimpan kantong plastic selama 1 bulan.

Membongkar kantong plastic dan menganalisa kualitas jerami amoniasi.

4.2.2 Pembuatan Pellet Dan Complete Feed Blok
4.2.2.1 Pellet

Menyiapkan Daun singkong dan kaliandra digiling halus

Timbang bahan pakan sesuai formula dan campurkan secara merata.

Steam campuran pakan

Masukkan dalam alat pellet

Keringkan pellet

Masukkan pellet dalam wadah.

4.2.2.2 Komplit Feed Block

Siapkan formula pakan yang akan dibuat, digiling halus

Timbang bahan pakan sesuai formula dan campurkan secara merata.

Steam campuran pakan

Masukkan dalam alat cetak blok.

Keringkan complete feed blok

Masukkan complete feed blok dalam wadah atau kemasan.

4.2.3 Uji Fisik
4.2.3.1 Durability

Sampel Ditimbang Sebanyak 300gr

Dimasukan ke dalam mesin Durability

Mesin dinyalakan selama 10 menit

Dikeluarkan kemudian di ayak

Dihitung durability
4.2.3.2 Sudut Tumpukan
Corong pada besi penyangga dipasang

Bahan yang akan diukur sebanyak 200 gram ditimbang

Bahan tersebut dituang melalui corong

Diameter atau curahan bahan diukur

Tinggi atau curahan bahan diukur
4.2.3.3 Berat Jenis

Gelas ukur 100 ml ditimbang

Sampel dimasukkan ke dalam gelas tersebut sampai volume 100 ml

Ditimbang gelas ukur yang berisi sampel

4.2.3.4 Hardness
Cincin dipaskan sampai angka 0

Pellet ditekan sampai retak

Dilihat angka pada alat Hard Pellet Tester


4.2.4 Evaluasi Silase dan Jerami Amoniasi

Silase dan jerami amoniasi umur 3 minggu di buka

Hasil diamati

Uji pH nya

Ambil sampel jerami dan air silase

Aquades di masukan ke dalam beker glas sebanyak 50 ml

Sediakan kertas lakmus dan dicelupkan ke dalam aquades dan air silase

Bandingkan dengan indikator

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil
5.1.1. Silase
NO Kriteria Kualitas
1. Sifat Fisik Sedang
2. Bau Asam segar (+)
3. Warna Hijau Pucat (++)
4. Tekstur Remah
5. Struktur Mudah membedakan daun dengan batang
6. pH 5,5

Bobot wadah sebelum di oven = 10,1 gr
Bobot wadah setelah di oven = 9,7 gr
Bruto = 22,8 gr
Netto = Bruto-Bobot wadah setelah di oven
= 22,8-9,7
= 13,1 gr
# 100- Bobot wadah setelah di oven
= 100-9,7
= 90,3 gr

KA awal = 100-13,1 = 86,9%
KA akhir = 86,9 x 100%
100
= 4,345 kg
Setelah layu berkurang 1 kg airnya maka 4,345-1 = 3,345 kg
KA setelah layu 3,345 X 100 % = 83,625%, turun 3 %.


5.1.2. Amoniasi
NO Kriteria Kualitas
1. Warna Hijau kecoklatan
2. Tekstur Remah
3. Struktur Mudah membedakan daun dengan batang
4. Kenampakan Jamur -
5. pH 8

5.1.3. Pakan Komplit Feed
5.1.3.1. Pellet
Tekstur keras, struktur lonjong pendek.
5.1.3.2. Komplit Feed Block
Tekstur keras, struktur kotak kecil, berjamur.
5.1.4. Uji Fisik
5.1.4.1. Durability
Durability = Berat Sampel sebelum ditumbling x 100%
Berat Sampel setelah ditumbling dan diayak
= 277,5 x 100%
300
= 92,5%
5.1.4.2. Sudut Tumpukan
Tinggi : 6,2 cm
Diameter : 26 cm
Tan
= 2 x 3,6 26
= 0,405
25,50

5.1.4.3. Berat Jenis
Berat gelas ukur = 123,8
Berat gelas + sampel = 152,2
Berat = 152,2-123,8 = 28,4
BJ = Berat
Volume
= 28,4
100
= 0,284 gr/ml
5.1.4.4. Hardness
Sampel 1 = 25 lbs
Sampel 2 = 25 lbs
Sampel 3 = 25 lbs
Sampel 4 = 25 lbs
Sampel 5 = 25 lbs
Sampel 6 = 25 lbs
Sampel 7 = 25 lbs
Sampel 8 = 20,5 lbs
Sampel 9 = 22,5 lbs
Sampel 10 = 24,5 lbs
Rata-rata Hardness = 24,25 lbs

5.2 Pembahasan
5.2.1 Pembuatan Silase dan Jerami Amoniasi
Silase adalah awetan hijauan yang difermentasi. Sesuai dengan pendapat Rukmana (2001) yang mengemukakan bahwa silase dapat didefinisikan sebagai hijauan pakan segar yang disimpan dalam satu tempat yang kedap udara (anaerob). Sedangkan menurut Nevy (2008) silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan dan leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase. Menurut Aak (1985) pembuatan silase hanya memiliki dua prinsip yaitu;
1. Keadaan hampa udara
Prinsip ini dapat dilaksanakan dengan penyimpanan hijauan makanan ternak yang dilakukan di didalam tempat yang tertutup rapat dan dengan penimbunan hijauan yang dipadatkan.
2. Suasana asam
Untuk mencegah adanya organisme di dalam penyimpanan yang tidak dikehendaki, karena organisme tersebut bisa mengakibatkan terjadinya pembusukan yakni pembentukan asam butirat yang tidak dikehendaki maka dapat diusahakan dengan penurunan pH di dalam silo secepat mungkin. Sedangkan menurut Nevy (2008) prinsip utama pembuatan silase adalah menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap uadara, menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk, dan mempercepat atau keadaan hampa udara (anaerob).
Tujuan utama pembuatan silage adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau (Toni, 2008). Sedangkan menurut Darmono (1993) tujuan pembuatan silase antara lain untuk mengatasi kekurangan makanan ternak pada musim kemarau atau musim paceklik, untuk menampung kelebihan produksi hijauan pakan ternak atau memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi belum dimanfaatkan. memanfaatkan hasil sisa pertanian atau ikutan pertanian.
Supaya hasil silase baik perlu diperhatikan beberapa faktor diantaranya adalah jenis hijauan yang digunakan, penambahan zat aditif dan kadar air. Hal ini sesuai dengan pendapat Pioner Development foundation (1991) dalam Diana (2004) yang mengemukakan bahwa dalam pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran.
Jerami merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Komar (1984) yang menyatakan bahwa jerami padi adalah bagian batang tanaman setelah dipanen butir-butir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi akar dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit batanganya. Jerami padi sebagai limbah pertanian mengandung nutrient yang sangat rendah yaitu protein kasra 4,1% dan dinding sel 86%, sehoinngga apabila diberikan pakan tunggal bagi ternak sulit untuk memenuhi kebutuhan ternak akan nutrient, walaupun pemeberiannya secara ad libitum (Dixon, 1986).
Dosis urea yang ditaburkan pada saat praktikum adala 4 % dari bobot 5 kg jerami kering. Hal ini suseai dengan pendapat Schiere & Ibrahim (1989) at Shieddiqi (2005) dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira 4%-6% dari berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg. Jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami.
Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (an-aerob). Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati. Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih (Schiere & Ibrahim,1989 at Shieddiqi, 2005).
Teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi makanan ternak yang potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya cerna dan kandungan proteinnya. Sejumlah negara di dunia seperti, Tunisia, Mesir, dan Algeria telah melakukan teknik amoniasi jerami padi ini sejak lebih dari 15 tahun yang lalu (Chenost, 1997 at Shieddiqi, 2005). Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam jerami. Urea yang akan dicampurkan tersebut dapat dilarutkan ke dalam air terlebih dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan jerami yang akan diamoniasi (cara kering). Pencampuran urea dengan jerami harus dilakukan dalam kondisi hampa udara (an-aerob) dan proses amoniasi jerami ini memerlukan penyimpanan selama satu bulan.
Teknik amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami. Ternak akan lebih mudah mengonsumsi jerami hasil amoniasi dibandingkan dengan jerami yang tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami bagi ternak. Lignin merupakan zat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh ternak. Lignin ini terkandung dalam bagian fibrosa dari akar, batang, dan daun pada tumbuhan. Jerami dan rumput-rumput kering mengandung lignin yang sangat banyak (Chenost, 1997 at Shieddiqi, 2005). Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati. Terdapat sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tumbuh-tumbuhan. Kapas hampir merupakan selulosa murni. Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan kecuali pada hewan ruminansia (sapi, domba, dan kambing) yang mempunyai mikroorganisme selulotik dalam rumennya. Mikroba tersebut dapat mencerna selulosa dan memungkinkan hasil akhir dari pencernaan bermanfaat bagi hewan (Anggorodi, 1984 at Shieddiqi, 2005).
Guna menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (tidak busuk atau rusak) (Shieddiqi, 2005). Jika telah diperoleh bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm. Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu (Shieddiqi, 2005).
Manfaat dari pengolahan amoniasi adalah memotong ikatan rantai tadi dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi. Dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti mengikat NH3 , dan sellulosa serta hemisellulosa lepas. Ini semua berakibat pada kecernaan meningkat, juga kadar protein jerami padi meningkat; NH3 yang terikat berubah menjadi senyawa sumber protein. Dengan demikian keuntungan amoniasi adalah kecernaan meningkat, protein jerami meningkat, menghambat pertumbuhan jamur dan memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami. Fungsi amoniak (NH3) disini adalah sebagai pengubah komposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Hal ini sejalan dengan pendapat Komar (1984) yang menyatakan bahwa sama halnya dengan unsur alakali yang lainya, amoniak menyebabkan perubahan konposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan heniselulosa. Reaksi kimia yang terjadi (dengan memotong jembatan hidrogen) menyebabkan mengembangnya jaringan dan meningkatkan pleksinilitas dinding sel hingga memudahkan penetrasi (penerobosan) oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba.
Teknik amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami padi agar dapat bermanfaat bagi ternak. Teknik amoniasi ini dapat menambah kadar protein kasar (crude protein) dalam jerami. Kadar protein kasar tersebut diperoleh dari amoniak di dalam urea yang berperan dalam memuaikan serat selulosa. Pemuaian ini memudahkan penetrasi enzim selulosa dan meningkatkan kandungan protein kasar melalui peresapan nitrogen dalam urea. Jerami padi yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan jerami yang tidak diolah. Proses amoniasi sangat efektif dalam menghilangkan alfatoksin dalam jerami. Jerami yang telah diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme jika jerami tersebut telah diolah dengan mengikuti prosedur yang benar secara hati-hati.

5.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Blok
5.2.2.1 Pembuatan Pellet
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Menurut Iwan (2009) Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1). meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2). densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3). mencegah de-mixing yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.


5.2.2.2 Pembuatan Complete feed Blok
Ada beberapa pengertian tentang konsentrat, antara lain:
1. Pengertian dari bahan pakan yaitu bahan pakan yang mempunyai kadar karbohidrat atau protein tinggi, oleh karena itu bias sebagai sumber energi atau sumber protein.
2. Pengertian dalam pakan unggas adalah campuran dari beberapa bahan pakan yang mengandung protein, vitamin dan mineral tinggi. Penggunaanya sebagai ransum unggas harus dicampur dengan bahan sumber energi lain misalnya jagung dan dedak padi.
3. Pengertian dalam pakan ruminansia adalah makanan penguat yaitu pakan tambahan untuk mencukupi kebutuhan ternak disamping rumput dan air. (Sutardi, 2003).
Untuk mendapatkan kualitas ransum yang baik maka pemilihan kualitas konsentrat menjadi persyaratan utama. Secara umum konsentratyang baik harus mengandung:
a. Sumber energi misalnya jagung, serelia, umbi- umbian atau hasil pertanian,
b. Sumber protein misalnya legume, ikutan pengolahan minyak nabati, produk hewani atau sisa dan atau limbahnya.

5.2.3 Uji Fisik
Industri pakan ternak selalu melibatkan berbagai bahan pakan untuk menyusun pakan. Pakan ditetapkan mengacu pada spesifikasi tertentu dengan dasar nutrien zat gizi. Bahan pakan penyusun ransum terdiri atas beragam kulitas yang mempengaruhi kualitas ransum. Berbagai metode diterapkan untuk mengetahui kualitas pakan, seperti uji fisik, kimia maupun mikroskopik. Metode mikroskopik dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Dengan menggunakan mikroskop kita dapat melihat tekstur bahan pakan secara jelas.
Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransom. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan florvabilitas (Axe, 1995).
Uji mikroskopik juga berguna untuk penyusunan ransum, uji mikroskopik juga berguna untuk melihat apakah pakan masih layak makan atau tidak. Misalnya pada onggok atau bungkil kelapa jika warnanya sudah coklat maka sudah tidak layak untuk dimakan lagi. Hal ini dikarenakan telah terjadi proses browning antara karbohidrat, sehingga nilai nutrisinya turun.
Uji fisik juga berguna untuk mengetahui kualitas dari suatu bahan pakan. Selain itu, dengan uji fisik kita daapt mengetahui kecepatan kecernaan dari suatu bahan pakan misalnya dengan uji densitas dan daya ambang. Uji fisik pada praktikum ini meliputi sudut tumpukan, durability, hardness dan uji density dan sample yang digunakan adalah pellet. Sudut tumpukan diukur mengikuti teknik yang dilukiskan oleh Svanovky yaitu sampel dicurahkan terus melalui corong sampai membentuk gundukan yang mengkrucut pada bidang datar kemudian dihitung. praktikum uji mikroskopik juga diperoleh sudut tumpukan sebesar 25,5˚. Densitas digunakan untuk mengetahui kekompakan dan tekstur pakan . tekstur pakan yang kompak akan tahan terhadap proses penekanan sehinggga ikatan antara partikel penyusun pakan menjadi kuat dan ruang antara partikel penyusun pakan menjadi sangat kuat dan ruang antara partikel bahan pakan tidak terisi rongga udara. Salah satu contoh dari pengaruh densitas adalah pembuatan pellet. menyatakan bahwa dua factor yang mempengaruhi ketahanan serta sifat pellet yaitu karakteristik bahan dan ukuran pertikel . hal ini juga diperkuat pendapat Anggorodi (1994) bahwa ukuran partikel yang kecil akan menyebabkan pellet semakin kuat. Jadi hasil yang didapatkan sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994). Factor lain yang mempengaruhi kekerasan pellet adalah kadar kehalusan bahan pakan. Sifat – sifat fisik partikel ditentukan oleh asal bahan dan proses pengolahannya , salah satu sifat yang sangat penting dari pakan bentuk granula dan tepung adalah ukuran partikel serta distribusi ukuran. Pengamatan sifat fisik meliputi densitas, kekerasan , stabilitas pellet, berat jenis dan kadar air. Pengamatan terhadap sifat fisik pellet merupakan bagian penting untuk mengetahui mutu pellet yang dihasilkan.
Densitas diperoleh dengan membagi massa atau berat denagn volumenya. Densitas akan mempengaruhi kerapatan tumpukan daya ambang, homogenitas, stabilitas campuran serta kecepatan penakaran (Khalil, 1997). Densitas adalah salah satu sifat dasar setiap bahan dalam halproduk granular beberapa tipe densitas telah didefinisikan. Berdasarkan hasil praktikum didapat berat jenis/densitas pellet sebesar 0,284 gr. Uji selanjutnya adalah uji hardness, Menurut Widiyastuti (2004) salah satu kriteria kualitas fisik yang harus dimiliki oleh pelet adalah kekerasan atau tahan terhadap tekanan yang dapat menimbulkan atrisi. Kekerasan pellet merupakan suatu respon terhadap atrisi yang bersifat fragmentasi. Hal ini penting terutama pada saat transportasi, adanya segregasi atau fragmentasi pelet dapat memperbesar distribusi ukuran partikel yang akan berakibat pada tidak terjaminya homogenitas nutrien. Hasil praktiku menunjukan rataan kekerasan pelet antara 17,75 lb (8,06 kg) sampai 24,55 lb (11,15 kg).
Kekerasan pellet (hardness) pakan dengan ukuran diameter 6-8 mm minimal 6,5 kg. Sedangkan hasil pengukuran pellet pakan komplit menunjukan variasi yang lebar ini disebabkan karena pengaruh formulasi dan bahan pengikat yang berbeda, hal ini sesuai didukung oleh Tabil et al. (1997) yang menyatakan bahwa nilai hardness mempunyai variasi yang lebar yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu (a) variasi panjang pelet, pelet yang lebih panjang biasanya memerlukan kekuatan pemecahan yang lebih besar di banding dengan pelet yang pendek, (b) adanya keretakan pada pelet, (c) pada beberapa kasus disebabkan karena kompresi yang diterima oleh bahan selama pembuatan pelet berbeda-beda.
Durability yaitu jumlah pelet yang kembali dalam keadaan utuh setelah diaduk dengan mekanik. Sesuai pendapat Anonim (2009) yang menyatakan bahwa Durabilitas yaitu jumlah pellet yang kembali dalam keadaan utuh setelah diaduk dengan mekanik (pneumatic). Definisi lain menjelaskan bahwa durabilitas pellet adalah ketahanan partikel pellet yang dirumuskan sehingga persentase dari banyaknya pakan pellet utuh setelah melalui perlakuan fisik dalam alat uji durabilitas terhadap jumlah pakan semula sebelum dimasukkan kedalam alat. Pellet yang baik mempunyai durabilitas di atas 90 % atau kandungan tepung di bawah 10 %. Nilai durabilitas pellet sangat ditentukan oleh penggunaan bahan baku dalam formulasi pakan dan teknis operasional pellet mill. Nilai durabilitas pellet sangat ditentukan oleh penggunaan bahan baku terutama binder dalam formulasi dan teknis operasional pada saat pencetakan pellet yang diproses tekanan steam dan pemanasan yang ditimbulkan akibat steam , dinding tabung dan bahan durabilitas pellet tergantung pada pati yang tergelatinisasi. Pada proses pemasakan selama pembuatan pellet. Durabilitas diperoleh dengan membagi berat pellet setelah perlakuan fisik dalam alat ditimbang dibagi berat pellet sebelumnya dikali 100 %. Dari hasil yang diperoleh disebutkan bahwa uji durability pada pelet pakan komplit adalah 92,5 %. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pelet yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dibuktikan bahwa hasil uji durability yang cukup jelas yaitu 92,5 %. Didukung oleh pendapat Widiyastuti dkk (2004) yang menyebutkan bahwa pelet yang baik mempunyai durabilitas yang tinggi terutama pada kondisi penyimpanan atau transportasi, rendahnya segresi menyebabkan kestabilan ukuran partikel pellet dan kekompakan nutrien yang terkandung pada tiap butir pellet akan terjamin.

5.2.4 Evaluasi Silase dan Jerami Amoniasi
Pembuatan silase pada temperatur 27-35ยบ dan pH 4,2 – 4,8 menghasilkan silase dengan kualitas yang baik (Abubakar, 2007). Herdian (2006) menyatakan bahwa bahan aditif sengaja ditambahkan dalam pembuatan silase untuk menstimulasi fermentasi, karena dengan penambahan bahan aditif baik berupa bahan kimia (Na-bisulfat, sulfur dioksida, asam klorida) maupun bahan sumber karbohidrat (misal : tetes 3%, dedak halus 5%, menir 3,5%, onggok 3%) akan tercipta suasana asam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan hijauan pakan dipotong-potong adalah untuk memperoleh pemadatan yang baik sehingga memperkecil kantong udara dan memperoleh keadaan hampa udara. silo yang tidak rapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Silase yang baik dapat diketahui melalui uji organoleptik dan pengujian secara kimiawi. Secara organoleptik ciri-ciri silase yang baik antara lain: (1) mempunyai tekstur segar, (2) berwarna kehijau-hijauan, (3) tidak berbau, (4) disukai ternak, (5) tidak berjamur dan (6) tidak menggumpal. Pengujian secara kimiawi dilakukan dengan cara menganalisa bahan pakan tersebut di laboratorium untuk mengetahui kandungan nutrisinya melalui analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar sedangkan pengujian secara biologis dilakukan dengan cara menggunakan ternak sebagai percobaan. Hasil yang diperoleh pada saat praktikum adalah pH 5,5, namun berbau asam segar atau tidak berbau busuk. Kemungkinan yang terjadi hingga hasil tidak sesuai dengan teori adalah kadar air yang terlalu tinggi sehingga saat proses pelayuan, kadar air yang seharusnya normal 70 % pada sampel terhitung 83,6 %. Sangat jelas sekali bahwa ketidak cocokan antara literatur yang ada dengan hasil praktikum disebabkan oleh kadar air yang terlalu tinggi.
Guna menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (Shieddiqi, 2005). Jika telah diperoleh bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm. Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu (Shieddiqi, 2005). Menurut Anonim (2008) Kriteria hasil amoniasi yang baik adalah :
• Berwarna kecoklat-coklatan.
• Kering.
• Jerami padi hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.






VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
a. Silase
1. Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproses dari bahan baku berupa tanaman hijauan.
2. Silo adalah tempat penyimpanan makanan ternak (hijauan) baik yang dibuat di dalam tanah atau di atas tanah.
3. Prinsip pembuatan silase adalah usaha untuk mencapai dan mempercepat keadaan hampa udara atau an aerob dan suasana asam ditempat penyimpanan.
b. Amoniasi
1. Amoniasi pada jerami padi adalah salah satu upaya menghindari dampak yang negative yang ditimbulkan oleh bahan panen limbah pertanian.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pengolahan dengan amoniak yaitu basis amoniak, temperature, tekanan, lama pengolahan, kelompok jerami, jenis dan kualitas jerami.
3. Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrient jerami padi adalah dengan cara moniasi menggunakan urea (Co(NH2).
c. Pakan Feed Komplit
1. Bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah dalam proses pemindahan, dan menurunkan biaya pengangkutan.
2. Komplit Feed Block
d. Uji Fisik
3. Uji fisik yang dilakukan pada sampel pellet yaitu sudut tumpukan, BJ, durability, dan hardness.
4. Durability berfungsi untuk mengetahui daya tahan pellet.
5. Semakin kecil suatu partikel bahan pakan maka Sudut tumpukan semakin tinggi.
6. Hardness bertujuan untuk uji kekerasan atau seberapa kuat suatu bahan pakan.
6.2. Saran
1. Praktikum Teknologi Pakan selanjutnya harus lebih baik lagi.
2. Perlunya ketelitian saat praktikum harus ditingkatkan serta hati-hati
3. Alat-alat dilengkapi lagi untuk kelancaran acara praktikum.
4. Persiapkan semua sesuatu yang dibutuhkan dalam praktikum sehingga dapat berjalan lancar.
5. Menganalisis bahan pakan lebih teliti lagi, sehingga hasilnya lebih akurat.
6. Ketelitian dalam praktikum sangat diperlukan, maka kerjasamanya lebih ditingkatkan lagi.
7. Takaran bahan pakan harus sesuai.





















DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1985. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah.
Kanisius. Yogyakarta.
Abubakar .2007. Teknologi Pengolahan Pakan Sapi. Deptan Dirjen
Peternakan Sembawa. Palembang

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Anonim. 2008. Kategori Pakan Sapi. www.wordpress.com. Diakses
tanggal 10 Juni 2011.

Anonim. 2009. Keuntungan dan Kerugian Pembuatan pakan pellet.
www.wordpress.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011.

Axe , D.E. 1995. Factors Affecting Unifornity Of Amix. Mallinderoat Feed Ingeredents: Mundelein IL.
Darmono. 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius.
Yogyakarta.
Dixon , A. E. 1986. Increasing Digestive Energy Intake Of Ruminant Given Fibrouse Diet Supplement. In: Ruminant Feeding System Utilizing Fibrous Agricuktural Residues1985. IDP of Australia University And College Ltd.Canbera

Herdian, Hendra. Dkk. 2006. Pengaruh Proses Pelleting Terhadap
Peningkatan Kualitas Pakan Ternak Ruminansia. Upt Balai Pengembangan Proses Dan Teknologi Kimia-Lipi Yogyakarta.

Hernaman, Imam. 2007. Pembuatan Silase Campuran Ampas Tahu Dan
Onggok Serta Pengaruhnya Terhadap Fermentabilitas Dan Zat-Zat Makanan. Jurnal Bionatura vol. 9 No.2 .hlm172-183.

Iwan, Setiawan.2009. Pembuatan pakan bentuk pellet. Tersedia pada
situs; http://centralunggas.blogspot.com/2009/03/pembuatan-pakan-bentuk-pellet.html. di akses pada 12 Juni 2011.

Kartasudjana, Ruhyat. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak.
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Khalil. 1997. Pengelolaan Sumber Daya Pakan dan Ransum Ransum Ternak. IPB: Bogor.


Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan
Ternak. Yayasan Dian Granita Indonesia. Bandung.

Nevy, Hanafi D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. USU Respository. Medan.

Parakkasi, A. 1999. Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

Pioneer Of Development Foundation. 1991. Silage Technology, A trainer Manual. PODF for The Asia and The Pacific. Inc. 15-24.
Ratnakomala, Shanty. 2009. Menabung Hijauan Pakan Ternak dalam Bentuk Silase. Biotrends. Vol. 4 : No.1. hlm 15-18.

Rukmana, Rahmat. 2001. Silase dan Permen Ternak Ruminansia.
Kanisius. Yogyakarta.

Salawu, M.B., T. Acamovic, C.S. Stewart, T. Hvelplund, and M.R.
Stewart. 1999. The use tannins as silage additives: effets on silage composition and mobile bag disappearance of dry matter and protein. Anim. Feed Sci. and Tech. 82: 243-259.

Salim, R., B. Irawan, Amirudin, H. Hendrawan, dan M. Nakatani. 2002.
Produksi dan Pemanfaatan Hijauan. Penerbit Dairy Technology Improvement Project in Indonesia.

Shiddieqy, M. Ikhsan . 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan .Mahasiswa
Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Unpad. Bandung.

Suparjo, Ir. 2008. Pengawasan Mutu Pada Pabrik Pakan Ternak.
Laboratorium Makanan Ternak. Universitas Negeri Jambi.

Sutardi, Tri R. 2003. Ilmu dan Teknologi Bahan Pakan. Fapet Unsoed: Purwokerto.

Tabil , L.G. S, Sokhansanj and R.T Taylor. 1997. Performance of Different binders during alfalfa pelleting. Canadian Agricultural Engineering 39 (1): 17-23.

Toni, S. 2010. Teknologi Pakan Silase dan Amoniasi Sebagai Pakan Ternak. Majalah Sinar Tani Edisi 2008.

Widiyastuti, Titin., Prayitno C H, dan Munasik. 2004. Kajian Kualitas Pellet Pakan Komplit Dengan Sumber Hijauan dan Binder yang Berbeda. Journal Animal Production Vol. 6 : No.1. hlm 43-48.

Zulkarnaini. 2009. Pengaruh Suplementasi Mineral Fosfor dan Sulfur Pada Jerami Amoniasi Terhadap NDF, ADF, Selulosa dan Hemiselulosa. Jurnal Ilmiah Tambua Vol VIII. No. 3. Hlm 472-477.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar